Sejak Senin, 30 September lalu, ratusan warga Suku Anak Dalam (SAD) 113 kembali menggelar aksi pendudukan di kantor Gubernur Jambi. Mereka menuntut tanah ulayat mereka seluas 3550 ha segera dikembalikan.
Pekan lalu, pada tanggal 24 September 2013, warga SAD juga menggelar aksi pendudukan di tempat yang sama. Aksi pendudukan pekan lalu itu berlangsung hingga Jumat (27/9/2013).
Dari pantauan kontributor BO di lokasi aksi, jumlah massa
aksi kali lebih banyak ketimbang sebelumnya. Kedati begitu, tak satupun
pejabat di Kantor Gubernur Jambi yang keluar menemui dan merespon
aspirasi warga SAD 113.
Padahal, konflik antara warga SAD dan PT. Asiatic Persada
sudah berlangsung lama. Pada 29 Februari 2012, masyarakat SAD 113
berhasil menduduki tanah adat yang merupakan bagian dari HGU PT Asiatik
Persada, seluas 3614 Ha. Saat itu, tokoh adat SAD Abas Subuk membacakan
deklarasi, bahwa lahan itu adalah hak adat, bukanlah milik pemodal
asing.
Setelah SAD mendeklarasikan lahan itu sebagai hak adat,
pada 26 Maret 2012, lahan seluas 3614 Ha luasnya digenapkan menjadi 3550
Ha, sebagaimana permintaan Sekda Provinsi Jambi Ir Syarasaddin dalam
forum rapat.
Berhasil menguasai lahan, ternyata berbagai serangan kepada
pihak SAD tak terelakkan. Surat pemanggilan dari pihak kepolisian pun
berdatangan. Satu persatu tokoh adat bahkan ketua PRD Provinsi Jambi,
Mawardi, sempat diamankan ke jeruji besi. Untung saja, perjuangan rakyat
semakin solid, sehingga akhirnya upaya kriminalisasi terhadap warga SAD
dan aktivis PRD berhasil digagalkan.
Tiga Bulan Kemudian, SAD 113 mencari peta mikro. Mereka
berhasil menemukannya di Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. Saat itu,
Dishut Provinsi Jambi menyerahkan peta mikro kepada SAD, dengan syarat
menandatangani berita acara yang mengharuskan warga SAD 113 tidak
memperbanyak ataupun menggandakan peta mikro tersebut. Berita acara
tersebut ditangani oleh tokoh-tokoh adat SAD 113.
Perjuangan tak sampai disitu, pada 10 Juli 2012 dilakukan
pertemuan di Komnas HAM RI, yang dihadiri perwakilan SAD 113, para
aktivis agraria, Pemprov Jambi, BPN RI dan BPN Provinsi Jambi. Rapat itu
menyepakati menyepakati pengukuran ulang lahan seluas 3550 Ha dan PT
Asiatik diminta membayar biaya pengukuran ulang.
Proses penyelesaian terus bergulir. Pada bulan November
2012, BPN RI mengeluarkan surat pelimpahan penyelesaian konflik SAD ke
BPN Provinsi Jambi, dan melayangkan surat perintah ke PT Asiatik Persada
untuk menyetor biaya pengukuran lahan seluas 3550 ha.
Pada akhir 2012, BPN RI mengeluarkan SK bahwa sengketa
lahan SAD 113 bagian dari permasalahan yang harus diselesaikan BPN
secara nasional. Selanjutnya, pada 7 MEI 2013, Pemprov Jambi
mengeluarkan surat yang ditandatangani Sekda Provinsi Jambi, Syarasaddin
yang isinya memerintahkan PT Asiatik Persada mengembalikan tanah adat
seluas 3550 ha kepada masyarakat SAD 113. Pada saat itu, Syarasaddin
mengeluarkan ultimatum bahwa Pemprov Jambi memberikan waktu tiga bulan
kepada PT ASIATIK PERSADA untuk menindaklanjuti surat tersebut.
Pada 30 Agustus 2013, Pemprov Jambi kembali mengeluarkan
surat kepada PT Asiatik Persada berisi surat teguran I, guna
menindaklanjuti surat tertanggal 7 Mei 2013. PT Asiatik Persada diberi
waktu 1 x 30 hari.
Ketua KPW PRD Provinsi Jambi Mawardi menuturkan, pihaknya
hanya ingin legalitas hukum dari lahan 3550 ha. Tidak ada alasan lain,
jika pemerintah tutup mata dalam penyelesaian konflik lahan ini.
“Semua lembaga sudah pernah menyepakati dan menandatangani
pertemuan setiap pertemuan. Bahkan sudah jelas, lahan 3550 ha adalah
tanah adat, milik SAD 113,” ujarnya.
Dia juga menyayangkan sikap PT Asiatik Persada yang telah
melecehkan surat teguran dari pemerintah provinsi Jambi untuk
menyerahkan lahan 3550 ha ke SAD 113 kabupaten Batang Hari.
Aksi menginap di kantor Gubernur Jambi akan terus dilakukan
sampai pemerintah provinsi Jambi bersama tim C mengeluarkan surat
rekomendasi pencabutan HGU PT Asiatik Persada. “Bila perlu kita akan
mendirikan tenda di depan pagar kantor Gubernur,” ujar pria berkulit
putih ini.
Hayde Putra Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar