GERAKAN NASIONAL PASAL (GNP) 33 UUD 1945




Pernyataan Sikap Gerakan Nasional Pasal 33

Kembalikan Bumi, Air, Udara dan Kekayaan Alam Yang Terkandung Di Dalamnya Untuk Kemakmuran Rakyat!

Tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan, para pendiri bangsa sudah membukukan tujuan nasional kita dalam sebuah konstitusi. Di situ, dalam pembukaan (preambule) UUD 1945, dituliskan bahwa tujuan pembentukan negara Indonesia meliputi: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Guna mewujudkan cita-cita nasional tersebut, maka para pendiri bangsa telah menitipkan satu pasal dalam UUD 1945, yaitu pasal 33, sebagai fondasi perekonomian yang akan menjamin tercapainya kesejahteraan umum (rakyat). Akan tetapi, sudah enam-puluh enam tahun perjalanan bangsa ini, semangat pasal 33 UUD 1945 semakin menjauh dari pilihan kebijakan pemerintah.

Lihatlah kenyataan sekarang ini: pemerintah kita, khususnya setelah bertiupnya angin reformasi, sangat gandrung kepada liberalisme ekonomi. Situasi itu membuka peluang terjadinya apa yang disebut “VOC berbaju baru”—meminjam istilah BJ Habibie. Penjajahan gaya baru itu nampak jelas dalam fakta-fakta berikut:
  1. Indonesia masih menjadi sumber atau penyedia bahan baku bagi negeri-negeri kapitalis maju (imperialis). Jika dilihat dari berbagai jenis komoditi ekspor kita, maka hampir semuanya adalah bahan mentah, seperti batubara (70%), minyak (50%), gas (60%), bauksit, minyak kelapa sawit, dan karet.
  2. Indonesia masih menjadi tempat penanaman modal asing. Hampir 70% modal yang menggali untung di Indonesia adalah modal asing. Akibatnya, modal asing pun mendominasi sejumlah sektor strategis: Minyak dan gas (80-90%), perbankan (50.6%), telekomunikasi (70%), kebun sawit (50%), pelayaran barang (94%), pendidikan (49%), dan lain-lain.
  3. Indonesia masih menjadi tempat pemasaran barang-barang hasil produksi negara maju: sebanyak 92% produk teknologi yang dipakai rakyat Indonesia adalah buatan asing, 80% pasar farmasi dikuasai asing dan 80% pasar tekstil dikuasai produk asing. Selain itu, hampir semua bahan kebutuhan hidup rakyat dipenuhi melalui impor: Indonesia sekarang sudah masuk negara pengimpor beras terbesar; mengimpor 40 persen gula dari kebutuhan nasional; impor sekitar 25 persen konsumsi nasional daging sapi; mengimpor satu juta ton garam yang merupakan 50 persen dari kebutuhan nasional; dan impor 70 persen kebutuhan susu.
  4. Indonesia menjadi penyedia tenaga kerja murah, baik untuk keperluan pasar tenaga kerja di dalam negeri maupun pasar tenaga kerja internasional. Gaji buruh di Indonesia disebut-sebut salah satu yang paling rendah di Asia. Sebagai contoh: upah buruh Indonesia lebih rendah tiga hingga empat kali lipat dibandingkan Malaysia. Ini diperparah lagi dengan pemberlakuan sistim kerja kontrak dan outsourcing.
Empat hal diatas pernah dituliskan oleh Bung Karno, 80 tahun yang lalu, dalam pidato Indonesia Menggugat, sebagai ciri-ciri dari kolonialisme dan imperialisme. Empat ciri imperialisme versi Bung Karno itu masih eksis sampai sekarang, bahkan semakin diperkokoh di bawah bendera neoliberalisme.

Dan, dalam pandangan kami—Partai Rakyat Demokratik, jika pasal 33 UUD 1945 dijalankan secara benar dan konsisten, maka tidak perlu terjadi hal-hal seperti di atas. Sayangnya, kendati pasal 33 masih ada dalam konstitusi sekarang, tetapi semangatnya sudah dibuang ke keranjang sampah oleh pemerintah dan ekonom neoliberal.

Partai Rakyat Demokratik (PRD), sebagai salah satu kekuatan nasional yang anti-imperialis, mengajak seluruh kekuatan-kekuatan nasional lainnya untuk berbaris bersama menggelorakan ‘gerakan nasional pasal 33’ sebagai alat melawan imperialisme.

Penegasan kami: Tanpa adanya persatuan nasional dari seluruh kekuatan anti-imperialis, maka tidak mungkin mengusir imperialisme itu. Dan, tanpa mengusir imperialisme dan kolonialisme, maka tidak ada jalan untuk kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Terkait latar belakang di atas, berikut sikap politik Partai Rakyat Demokratik:
  1. Penyelenggara negara sekarang, dalam hal ini pemerintahan SBY-Budiono, telah melenceng dari tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana digariskan para ‘pendiri bangsa’ dalam pembukaan UUD 1945.
  2. Pemerintahan sekarang telah menghianati semangat konstitusi yang anti penjajahan, khususnya pasal 33 UUD 1945, dengan membiarkan berlakunya puluhan Undang-Undang yang pro-kepada liberalisasi ekonomi.
  3. Pemerintah SBY-Budiono tidak bisa mensejahterakan rakyat dan menciptakan keadilan sosial karena membiarkan perekonomian nasional dikuasai oleh modal asing dari negeri-negeri imperialis.
  4. Mengajak seluruh kekuatan politik nasional untuk berjuang bersama-sama menghentikan pemerintahan yang patuh dan tuntuk kepada imperialisme, dan menggagas sebuah pemerintahan nasional yang berdaulat secara politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian nasional.

Hentikan Neoliberalisme! Rebut (kembali) Kedaulatan Nasional!

Jakarta, 22 Juni 2011

Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik
(KPP PRD)


Agus Jabo Priyono Dominggus Oktavianus
Ketua Umum Pjs. Sekretaris Jenderal








Tidak ada komentar:

Posting Komentar