Selasa, 16 Juni 2015

Pernyataan Sikap PRD Depok terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sekolah Negeri di Depok Tahun 2015




PERNYATAAN SIKAP

LAKSANAKAN PPDB (PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU) SEKOLAH NEGERI
DI DEPOK 2015 SESUAI PAYUNG HUKUM YANG BERLAKU !!!
DUKUNG PENEGAKAN SK KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA DEPOK
NO. 421/2067/DISDIK/2015 !!!

Bahwa masa depan bangsa Indonesia bergantung kepada dunia pendidikan kita. Bahwa masa depan Depok juga bergantung kepada dunia pendidikan. Dan salah satu yang menjadi perhatian di bulan Juni dan Juli adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2015 di semua sekolah negeri dari tingkatan TK, SD, SMP dan SMA.

Seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, proses PPDB di Depok selalu menimbulkan masalah maka patutlah kiranya di tahun 2015 ini bersama-sama kita perbaiki kualitas dunia pendidikan di Depok dengan menjaga agar PPDB tahun 2015 ini dapat berjalan sesuai dengan rel nya, sesuai dengan payung hukumnya.

Apresiasi sebesar-besarnya untuk Pemerintah Kota Depok yang dalam tahun 2015 ini mengalokasikan kuota untuk siswa miskin, ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) dan berprestasi sebesar 25%. Ini adalah kebijakan positif yang telah di laksanakan oleh Pemerintah Kota Depok (Dinas Pendidikan) yang wajib kita dukung dan kita awasi pelaksanaannya bersama-sama agar tepat sasaran.

Sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok Nomor 421/2067/Disdik Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK Negeri di Kota Depok Tahun Pelajaran 2015/2016 maka jelaslah kiranya jika yang di sebut Peserta Didik Baru/Siswa Baru sekolah negeri di Depok adalah :

1.      Keluarga miskin dan ABK sebanyak 20% dari daya tampung
2.      Siswa berprestasi 5% dari daya tampung
3.      Siswa Luar Provinsi Jawa Barat 1% dari daya tampung, untuk SMA dan SMK
4.      Siswa Luar Kota Depok dalam Provinsi Jawa Barat 5% dari daya tampung SMA dan SMK, sebanyak 1% dari daya tampung untuk SMP
5.      Siswa Lintas Zona sebanyak 10% dari daya tampung
6.      Siswa Dalam Zona sebanyak 58% dari daya tampung untuk SMA/SMK, sebanyak 62% dari daya tampung untuk SMP

Sangat jelas SK Kepala Dinas Pendidikan tersebut, dan kami dari Komite Pimpinan Kota Partai Rakyat Demokratik (KPK PRD) Kota Depok sangat mendukung kebijakan tersebut dan akan ikut melakukan pengawasan agar PPDB 2015 ini sesuai dengan payung hukum yang telah di putuskan. Kami juga meminta aparat penegak hukum (polisi dan kejaksaan) untuk bersama-sama mengawasi pelaksanaan PPDB di Depok tahun 2015 ini serta bertindak tegas terhadap segala pelanggaran hukum yang timbul nantinya.

Oleh sebab itu maka kami memberikan pernyataan sikap antara lain :

  1. Laksanakan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) sekolah negeri di Depok 2015 sesuai dengan payung hukum yang berlaku.
  2. Mendukung penegakan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok Nomor 421/2067/Disdik Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK Negeri di Kota Depok Tahun Pelajaran 2015/2016.
  3. PRD Depok akan meminta data siswa yang di terima di publikasikan per sekolah (siswa miskin, ABK, Prestasi, Kuota Luar Daerah dan Reguler), jika tidak bersedia maka ada dugaan Dinas Pendidikan akan menyembunyikan siswa titipan dan kami akan menggunakan UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
  4. Meminta kejaksaan untuk meneruskan laporan kecurangan PPDB tahun lalu, jika tidak maka patut di duga kejaksaan ikut bermain dalam kecurangan PPDB.
  5. Meminta kepada DPRD Depok untuk menjadi pelopor untuk menjaga pelaksanaan PPDB secara prosedural.

Demikian pernyataan sikap kami dari PRD Kota Depok agar dapat menjadi perhatian semua pengambil kebijakan di Kota Depok agar dunia pendidikan di Depok berkualitas dan menghasilkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang mampu berkontribusi memajukan pembangunan Kota Depok.

PANCASILA DASARNYA, TRISAKTI JALANNYA
DAN REPUBLIK INDONESIA KE-IV : MASYARAKAT ADIL DAN MAKMUR TUJUANNYA

Depok, 15 Juni 2015

Komite Pimpinan Kota Partai Rakyat Demokratik (KPK PRD)
Kota Depok




Diddy Kurniawan                                                       Jamaludin
                                       Ketua                                                                  Sekretaris


Kamis, 23 April 2015

Kepengurusan KPP-PRD Periode 2015-2020 Terbentuk

Partai Rakyat Demokratik (PRD) mengumumkan  komposisi kepengurusan baru tingkat pusat atau yang biasa disebut Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP PRD).  Komposisi baru ini diisi oleh kader PRD dari berbagai generasi perjuangan untuk menjalankan ketetapan-ketetapan Kongres ke-8 Partai Rakyat Demokratik.

Sebagaimana diketahui, PRD telah menyelenggarakan Kongres Ke-8  yang berlangsung di Hotel Acacia Jakarta pada tanggal 24-26 Maret 2015 lalu. Dalam Kongres tersebut Agus Jabo Priyono dan Dominggus Oktavianus ditetapkan secara musyawarah-mufakat sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. Keduanya sekaligus bertindak sebagai ketua dan sekretaris Tim Formatur.

Tim Formatur inilah yang menyusun struktur dan komposisi kepengurusan baru Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD) periode 2015-2020. Berdasarkan informasi yang masuk ke redaksi Berdikari Online, kepemimpinan baru PRD diperkuat oleh lebih dari lima puluh personil yang berasal dari berbagai latar belakang profesi dan keahlian. Mereka memimpin Bidang-Bidang, Departemen, dan Komisaris Nasional yang akan menjadi ujung tombak ideologi, politik, dan organisasi PRD lima tahun ke depan.

Berikut sebagian dari komposisi kepengurusan inti KPP PRD periode 2015-2020 yang diterima Redaksi Berdikari Online:

Ketua Umum: Agus Jabo Priyono
Harris Sitorus (Wakil Ketua Umum)
Alif Kamal (Wakil Ketua Umum)
Antun Jaka Susmana (Wakil Ketua Umum)
Wahida Baharuddin Upa (Wakil Ketua Umum)
Lukman Hakim (Wakil Ketua Umum)

Sekretaris Jenderal: Dominggus Oktavianus
Ahmad Rifai (Wakil Sekretaris Jenderal)
Binbin Firman Tresnadi (Wakil Sekretaris Jenderal)
Rudi Hartono (Wakil Sekretaris Jenderal)
Dewa Putu Adiwibawa (Wakil Sekretaris Jenderal)
Mawardi (Wakil Sekretaris Jenderal)

Bendahara Umum: Yudi Budi Wibowo
Kelik Ismunanto (Wakil Bendahara Umum)
Diena Mondong (Wakil Bendahara Umum)

Inilah Slogan Politik Baru PRD


Setiap partai politik seharusnya punya slogan politik. Slogan itulah yang akan digunakan untuk memudahkan rakyat dalam memahami perjuangan partai.

Begitu pula dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD). Partai yang dideklarasikan di tahun 1996 ini kembali meluncurkan slogan politik baru untuk memudahkan rakyat memahami perjuangannya.

Slogan politik baru PRD berbunyi: “Pancasila Dasarnya, Trisakti Jalannya, dan Republik Indonesia Ke-IV: Masyarakat Adil dan Makmur Tujuannya!”

Menurut Ketua Umum PRD, Agus Jabo Priyono, slogan tersebut mencerminkan azas perjuangan, garis politik, dan tujuan perjuangan PRD sesuai keputusan Kongres ke-8.

“Saya berharap, slogan baru ini enak di telinga rakyat dan gampang dicerna. Dengan begitu, PRD bisa meluaskan pengaruh dan gagasannya di tengah-tengah rakyat,” kata Agus Jabo kepada Berdikari Online, Jumat (17/4/2015).

Lebih lanjut, kata Agus Jabo, PRD akan mempopulerkan slogan politik ini kepada rakyat banyak melalui publikasi-publikasi dan kegiatan-kegiatan politik PRD dari pusat hingga ke basis-basis.

“Kita akan publikasikan slogan itu melalui publikasi-publikasi, seperti media partai dan spanduk-spanduk. Kita juga akan mempopulerkannya di setiap kegiatan politik partai, seperti musyawarah, rapat akbar, diskusi politik, dan lain-lain,” jelasnya.

Untuk diketahui, pada tanggal 24-26 Maret lalu, PRD menggelar kongres ke-8 di Jakarta. Kongres tersebut menghasilkan beberapa keputusan penting. Diantaranya, partai berlambang bintang-gerigi ini akan berpartisipasi dalam kontestasi politik di pemilu 2019.

Selain itu, PRD akan membangun kekuatan dengan merekrut anggota dan membangun struktur partai seluas-luasnya untuk memenangkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, yakni Indonesia yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian, sebagai basis mewujudkan masyarakat adil dan makmur tanpa penindasan manusia atas manusia dan penindasan bangsa atas bangsa.

PRD juga akan mengulurkan tangan untuk bekerjasama dan bergotong-royong dengan kekuatan politik lain di atas platform Trisakti untuk mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia.

Rabu, 04 Maret 2015

Spanduk PRD Kota Depok dalam rangka menyambut Konggres Ke-8 Partai Rakyat Demokratik (PRD)



SELAMAT DAN SUKSES PELAKSANAAN KONGGRES KE-8
PARTAI RAKYAT DEMOKRATIK (PRD)
Jakarta, 24 - 26 Maret 2015

WUJUDKAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA PANCASILA !!!
HANYA ADA SATU KATA !!! LAWAN AMERIKA DAN ANTEK-ANTEKNYA !!!

Aktivis Tani Dikeroyok Sampai Tewas


JAMBI- Sebanyak 7 pelaku dari tim Unit Reaksi Cepat (URC) PT WKS (Wirakarya Sakti), Jumat (27/2) sekitar pukul 17.30 WIB, melakukan pengeroyokan terhadap Indra. Indra diketahui merupakan anggota Serikat Petani Tebo (SPT), yang berdomisili di Area Resort Killis, Kabupaten Tebo. Indra diduga tewas setelah dikeroyok tujuh orang pelaku Pos kembar 803 Security PT WKS. Demikian laporan dari lembaga lingkungan hidup, Dewan Daerah Walhi kepada Bergelora.com di Jambi, Minggu (1/3).

Jambi update melaporkan bahwa hal ini dibenarkan Kapolda Jambi, Brigjen Pol Bambang Sudarisman, melalui Kabid Humas, AKBP Almansyah. 

"Iya kami sudah menerima laporannya. Motifnya belum diketahui‎. Didapatkan informasi jika Indra sudah tewas ditangan tujuh pelaku yang sudah diketahui identitasnya," ujar AKBP Almansyah, Sabtu (28/2).

Disebutkannya, kejadian berawal dari korban yang menggunakan sepeda motor GL Pro bersama satu temannya, berselisih paham dengan tim URC WKS di TKP. 
"Informasinya korban yang sudah tewas ditaruh di 5 KM dari kantor Distrik 8 WKS," pungkasnya.

Dosa WKS 

Walhi Jambi menjelaskan bahwa PT WKS adalah anak perusahaan Sinar Mas yang beroperasi di 293 ribu hektar tanah di lima kabupaten di Jambi. Semenjak kehadiran di Jambi PT WKS telah menimbulkan banyak masalah terkait konflik sosial dalam pengelolaan Sumber Daya Alam.

Menurut Walhi, terjadi kesenjangan sosial yang mengakibatkan terjadi pengangguran dan kemiskinan petani yang dulunya memiliki lahan garapan namun saat ini sudah tidak lagi memiliki lahan garapan.
Dalam pelaksanaan pembukaan areal pihak perusahaan melakukan penebangan kayu hutan alam dan pengusuran terhadap areal pertanian dan perkebunan masyarakat tani di Jambi.

Walhi membeberkan beberapa dosa besar PT WKS di Jambi antara lain adalah pengambilan paksa areal petani, masyarakat lokal dengan menggunakan Aparat Polri, TNI, Pamswakarsa dankeamanan perusahaan pada saat melakukan penggusuran terhadap tanaman para petani. Kriminalisasi juga dilakukan dengan penangkapan terhadap para petani yang melakukan protes terhadap penggusuran atas areal garapan. PT WKS menggunakan kekuatan Polri untuk  melakukan penembakan terhadap petani  hingga menewaskan para petani  dan masyarakat lokal.

Sampai saat ini Persatuan Petani Jambi yang bersatu bersama masyarakat menuntut agar PT WKS segera mengembalikan tanah-tanah petani di lima kabupaten dengan luasan 41.000 hektar yang dulunya di miliki dan di garap oleh 14.000 kepala keluarga. (Sandy Gusdiyan).

Politik Beras


Harga beras, yang notabene makanan utama rakyat Indonesia, terus melambung tinggi sejak Januari lalu. Kenaikan tersebut membuat rakyat banyak, terutama yang berdaya beli rendah, menjerit.

Di sejumlah pasar, kenaikan harga beras mencapai 30 persen. Beras kualitas menengah naik dari harga Rp 9000 per kilogram menjadi Rp 12.000 per kilogram. Sedangkan beras premium naik dari Rp 11.000 menjadi Rp 15.000. Kenaikan yang cukup signifikan itu betul-betul memukul kantong rakyat miskin.

Pemerintah pun bereaksi. Namun, seperti biasa, mereka sibuk mencari alasan dan kambing hitam. Menteri Perekonomian Sofyan Djalil menuding adanya ‘invisible hand’ yang bermain di balik lonjakan harga beras. Sementara Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menuding mafia beras sebagai biang kerok kenaikan harga.

Presiden Joko Widodo pun angkat bicara. Usai mengunjungi gudang Bulog, Rabu (25/2/2015), Jokowi menegaskan bahwa Indonesia tidak kekurangan beras. Menurutnya, sekarang ini gudang Bulog masih menyimpan cadangan/stok sebesar 1,4 juta ton. Ia yakin, stok beras tersebut masih cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional hingga panen raya pada bulan maret mendatang.
Jadi, singkat cerita, pemerintah menganggap lonjakan harga beras saat ini terletak pada faktor distribusi. Ada pihak ketiga—entah mafia beras, tengkulak atau apapun namanya—yang berusaha mengeruk keuntungan berlipat ganda dengan memainkan harga beras. Karenanya, untuk menstabilkan kembali harga, pemerintah menempuh cara lama: operasi pasar.

Pada kenyatannya, operasi pasar yang digelar besar-besaran oleh pemerintah belum berhasil ‘menjinakkan’ harga beras. Di sejumlah daerah, seperti dilaporkan media massa, harga beras masih tetap bertengger di atas Rp 10.000,-. Menurut Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), operasi pasar tidak berjalan efektif dan tidak tepat sasaran. Beras murah yang dijual ke pasar belum menjangkau rakyat miskin. Selain itu, operasi pasar itu bersifat sementara dan jangkauannya terbatas.
Kita harus melihat persoalan beras ini lebih jauh, yakni soal politik beras. Politik beras ini menyangkut beberapa aspek: pertama, memastikan produksi beras memenuhi kebutuhan nasional;  

kedua, memastikan kesejahteraan produsen beras, yakni kaum tani; dan ketiga, memastikan harga beras bisa dijangkau oleh seluruh rakyat Indonesia.

Di sinilah letak masalahnya. Sejak beberapa tahun terakhir, produksi beras nasional tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan beras nasional. Akibat, Indonesia makin bergantung pada impor. Pada tahun 2014 lalu, produksi beras nasional hanya 44,29 juta ton atau turun 0,94 persen. Karenanya, sepanjang tahun 2014, pemerintah menugaskan Bulog untuk mengimpor beras dari luar negeri sebesar 500 ribu ton.

Penurunan produksi beras ini tidak melulu karena faktor cuaca. Tetapi karena beberapa faktor yang lebih mendasar. Pertama, penyusutan lahan pertanian karena alih-fungsi lahan pertanian ke non-pertanian. Setiap tahunnya lebih dari 100 ribu hektar lahan pertanian yang berubah fungsi menjadi lahan non-pertanian. Penyusutan lahan ini juga dipicu oleh maraknya investasi asing.

Kedua, ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia makin mengerikan. Indeks Gini kepemilikan tanah juga meningkat tajam: dari 0,50 (1983) menjadi 0,72 (2003). Akibatnya, seperti pernah diakui Ketua Badan Pertanahan Nasional (BPN), Joyo Winoto, aset berupa tanah makin terkonsentrasi di tangan segelintir orang.

Ketiga, infrastruktur pendukung pertanian di Indonesia, seperti irigasi, bendungan, dan jalan, juga tidak memadai. Pengakuan Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyebutkan, sekitar 52 persen sarana irigasi di seluruh Indonesia dalam kondisi rusak. Sudah begitu, kaum tani Indonesia kurang didukung dengan modal dan teknologi modern.

Keempat, pendapatan mereka yang bekerja di sektor pertanian semakin mengecil. Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian tahun 2013 (SPP 2013) BPS menyebutkan, rata-rata pendapatan rumah tangga tani dari usaha di sektor pertanian hanya berkisar Rp 12,4 juta per tahun atau Rp 1 juta per bulan. Sementara Survei Panel Tani Nasional (Patanas) mengungkapkan, sekitar 80 persen pendapatan rumah tangga petani kecil disumbang dari kegiatan di luar sektor pertanian, seperti ngojek, dagang dan pekerja kasar. Kehancuran pendapatan pekerja di sektor pertanian banyak disumbang oleh kebijakan pemerintah, terutama liberalisasi impor pangan. Kebijakan tersebut membuat produksi pertanian lokal tergilas oleh pangan impor.

Kombinasi dari berbagai persoalan di atas berdampak pada menyusutnya jumlah rumah tangga petani di Indonesia dan membengkaknya jumlah petani gurem dan tak bertanah. Menurut BPS, dalam kurun waktu sepuluh tahun (2003-2013), ada 5 juta petani di Indonesia yang beralih profesi. Sementara 85% dari petani di Indonesia adalah petani gurem dan tak bertanah.

Pertanyaannya: jika lahan pertanian dan jumlah petani makin menyusut, bisakah swasembada beras terwujud? Jawabnya: tidak mungkin!

Memang, pada saat kampanye pemilu lalu, Jokowi-JK menjanjikan beberapa agenda untuk mendorong kedaulatan pangan: membagikan 9 juta hektare lahan ke petani; menambah kepemilikan lahan dari 0,3 hektare jadi 2 hektare per keluarga petani; perbaikan irigasi di 3 juta hektare sawah; membangun 25 bendungan; mencetak 1 juta hektare sawah baru dan 1 juta hektare lahan pertanian kering baru di luar Jawa-Bali; mendirikan bank pertanian; mendorong industri pengolahan; 1.000 desa berdaulat benih; dan 1.000 desa go organic. Namun, bagaimana realisasinya? Kita tunggu saja.
Namun, ada beberapa hal urgen yang perlu dijalankan untuk memastikan swasembada beras: land-reform untuk mendemokratiskan kepemilikan tanah; perbaikan infastruktur pertanian, dukungan modal dan teknologi bagi petani, serta jaminan pasar dan harga yang adil bagi petani.

Di samping berbagai hal di atas, hal lain yang perlu dikoreksi adalah tata-niaga beras di Indonesia. Rantai tata-niaga beras dari petani produsen ke konsumen sangat panjang. Sudah begitu, harga beras diserahkan kepada mekanisme pasar. Situasi inilah yang menggiurkan bagi pedagang dan spekulan untuk mencari celah guna mengeruk keuntungan. Maka jangan heran, kendati stok beras nasional dikatakan cukup, tetapi harga beras tetap saja naik-turun. Dan faktanya: kenaikan harga beras sekarang ini tidak berdampak pada petani. Ditambah lagi, pemerintahan Jokowi menghentikan penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin). Padahal, selama ini raskin berkontribusi dalam stabilisasi harga dan menolong keluarga berpendapatan rendah.

Bung Hatta pernah punya konsep menarik untuk mengatasi hal ini. Dalam kumpulan esainya, Beberapa Fasal Ekonomi, Bung Hatta mengajukan dua solusi: pertama, pemerintah menciptakan peraturan untuk mengontrol harga beras; dan kedua, menciptakan organisasi produksi dan distribusi—berbentuk koperasi—yang mengumpulkan hasil produksi petani dan mengatur distribusi/penjualannya di kota. Menurut kami, peran itu mestinya diambil-alih oleh Bulog dan bekerjasama dengan koperasi-koperasi rakyat.

Soal beras memang tidak bisa dianggap remeh. Sebagaimana diingatkan Bung Karno: soal pangan adalah soal hidup-matinya sebuah bangsa!

Minggu, 01 Februari 2015

PRD Kota Depok Dukung Perjuangan Pedagang Terminal Depok Korban Penggusuran


PRD Kota Depok mendukung penuh Perjuangan Pedagang Terminal Depok yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Pedagang Terminal Depok (IKPTD) memperjuangkan hak-hak nya dan Usut tuntas seluruh pihak yang terlibat dalam pelanggaran HAM dalam penggusuran Terminal Depok.

Salam Perjuangan,

Komite Pimpinan Kota Partai Rakyat Demokratik (KPK PRD) Kota Depok
 

Diddy Kurniawan (Ketua)
Jamaludin (Sekretaris)

Telp. 0856 7966 727
Twitter : @prddepok
Blog : prddepok.blogspot.com

Senin, 26 Januari 2015

SIKAP POLITIK PRD TERKAIT KONFLIK ANTAR INSTITUSI NEGARA (KPK & POLRI)


Selamatkan Indonesia! Selamatkan Trisakti!

Perseteruan antar institusi negara (KPK dan Polri) kembali menarik perhatian kita. Sekilas tampak, penunjukkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) baru oleh Presiden Joko Widodo menuai protes dari sejumlah kalangan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantas menetapkan Kapolri yang baru ditunjuk tersebut (BG) sebagai tersangka. Hanya berselang dua hari, Bareskrim Polri menangkap dan menahan Wakil Ketua KPK (BW). Media heboh. Publik geger. Cerita Cicak vs Buaya seolah berulang. Kembali muncul seruan “Save KPK” (Selamatkan KPK) dari berbagai kalangan.

Dalam pandangan PRD, hal terpenting untuk dilihat dalam situasi ini adalah persoalan korupsi di Indonesia dalam kaitan dengan sistem ekonomi-politik yang berlaku sekarang. Korupsi tumbuh subur karena terdapat sistem yang memberi peluang, yakni: 1) liberalisasi politik dan pemerintahan sampai ke daerah-daerah, yang memberi peluang besar bagi korupsi di segala lini dan segala tingkatan; 2) liberalisasi ekonomi yang memberi keleluasaan modal mengeksploitasi sembari menyogok aparatur pemerintahan demi kepentingan eksploitasi tersebut; 3) serta liberalisasi budaya yang menyemai watak egosentris dan konsumerisme baik di tingkatan pejabat maupun masyarakat umum.

Pemberantasan korupsi adalah penting dan mendesak. Tapi alangkah baiknya bila lembaga negara yang dibentuk untuk tugas itu, baik KPK maupun Kejaksaan, memprioritaskan kasus-kasus korupsi besar yang berhubungan langsung dengan persoalan kedaulatan bangsa, sebagaimana garis politik yang dijanjikan pemerintahan baru Joko Widodo-Jusuf Kalla (Trisakti).

Ketua KPK sendiri pernah mengatakan bahwa sekitar 60% perusahaan pertambangan tidak membayar pajak atau royalti kepada pemerintah. Terdapat pula 14 perusahaan migas asing yang tidak pernah membayar pajak dan royalti. Serta pada tanggal 27 Februari 2013, KPK mengidentifikasi bahwa hanya 11% dari 150 juta hektar pengelolaan hutan yang memiliki izin sesuai dengan peruntukannya.

Sedikit contoh di atas harusnya sudah menjadi gambaran, bagaimana kerugian negara akibat praktik korupsi yang berkait-kelindan dengan eksploitasi atas sumber daya bangsa. Pertanyaan besar yang muncul adalah mengapa penanganan kasus-kasus terkait eksploitasi modal yang sebagian besar merupakan modal asing itu sedemikian lamban?

Alangkah baiknya bila perhatian terhadap korupsi tidak hanya difokuskan pada kasus-kasus yang terkait kepentingan politik jangka pendek, sehingga wilayah pemberantasan korupsi terkesan sedemikian sempit, bahkan cenderung dinilai semata sebagai instrumen politik pihak tertentu.

Pada momen ini PRD juga menyampaikan kritik atas ketidakberdayaan Presiden Joko Widodo dalam menangani persoalan. Tekanan-tekanan dari lingkaran partai maupun pendukungnya dalam pilpres telah memposisikan dirinya tidak mampu memutuskan apa-apa atas dua lembaga negara yang berada langsung di bawah otoritasnya tersebut. Sesungguhnya Presiden dapat mengambil tindakan tegas, baik terhadap Polri maupun KPK, apabila bergerak melenceng dari koridor misinya untuk menciptakan Indonesia baru yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya, (TRISAKTI) termasuk di dalamnya Indonesia yang bersih dari korupsi.

Semangat Trisakti inilah yang harus terus menerus menjadi penekanan dari pemerintahan Jokowi-JK dengan disertai implementasi program-program yang berpihak pada rakyat di semua sektor. Semangat dan konsepsi Trisakti inilah yang dapat menjadi penerang, penunjuk jalan, bagi bangsa Indonesia untuk keluar cengkraman imperialisme. Sungguh sangat disayangkan apabila kekuasaan negara dan pemerintahan yang ada di tangan Jokowi-JK sekarang tidak digunakan untuk merebut kembali kedaulatan nasional yang sudah diserahkan kepada modal asing oleh pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

Dalam situasi obyektif menghadapi cengkraman imperialisme ini, dalam pandangan PRD, persatuan nasional mutlak dibutuhkan. Oleh karena itu, setiap konflik yang berdasarkan pada hal-hal yang tidak prinsipil, atau pada kepentingan-kepentingan yang sempit, pemikiran-pemikiran yang sektaris, sudah sewajarnya untuk dihindari. Bangsa Indonesia akan terus berusaha dipecah belah oleh kekuatan imperialis agar mudah dieksploitasi, dan kita pun larut dalam kebodohan sendiri apabila turut memecah belah diri sebagai satu kekuatan nasional.

Perkuat Persatuan Nasional Menghadapi Imperialisme!

Hentikan Neoliberalisme! Rebut (kembali) Kedaulatan Nasional!

Jakarta, 24 Januari 2015

Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP PRD)

Ketua Umum: Agus Jabo Priyono
Sekretaris Jenderal: Dominggus Oktavianus

Komite Pimpinan Kota Partai Rakyat Demokratik (KPK PRD) Kota Depok
Ketua : Diddy Kurniawan ( WawanGaul )
Sekretaris : Jamal Udin